Anda Pengunjung ke

Sunday, April 22, 2007

Keterkaitan Antara Filsafat Dan Ilmu

KETERKAITAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU
A. Pendahuluan
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 19), ada empat jenis manusia dalam kehidupan ini berdasar pengetahuannya yaitu : (1) Orang yang tahu bahwa dirinya itu tahu, (2) Orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu, (3) Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu, (4) Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
Agar orang dapat mendapatkan ilmu yang benar adalah dengan tahu apa yang kita tahu dan tahu apa yang kita tidak tahu. Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Orang berfilsafat didorong oleh keinginan untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti : (1) Berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini, (2) Mengoreksi diri, semacam keberanian berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan kita sejak bangku SD sampai PT. Berfilsafat tentang ilmu berarti : (1) Apakah sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu? (2) Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan yang bukan ilmu? (3) Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? (4) Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? (5) Mengapa kita harus mempelajari ilmu? (6) Apakah kegunaan sebenarnya?
Untuk mengetahui secara rinci tentang keterkaitan filsafat dan ilmu, maka perlu dibahas : (1) filsafat, (2) ilmu, (3) sejarah perkembangan ilmu, dan (4) keterkaitan antara filsafat dan ilmu. Penjabarannya sebagai berikut :
B. Filsafat
1. Pengertian filsafat
Menurut Anonim (2003 : 18), istilah “filsafat” dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis). Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani philein berarti “mencintai” dan sophia berarti “kebijaksanaan”.
Titik tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologi. Tinjauan secara etimologik adalah membahas sesuatu istilah atau kata dari segi asal-usul kata itu. Filsafat dari segi Etimologi dapat dipandang, sebagai suatu sikap, sebagai suatu metode, sebagai kelompok persoalan, sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran, sebagai analisa logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, dan filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh.
Bidang filsafat sangat luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya.
Tujuan filsafat adalah pemahaman (understanding) dan kebijaksanaan (wisdom), sehingga filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Filsafat berusaha untuk menyatukan hasil-hasil ilmu dan pemahaman tentang moral, estetik, dan agama. Para filusuf telah mencari suatu pandangan tentang hidup secara terpadu, menemukan maknanya serta mencoba memberikan suatu konsepsi yang beralasan tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
2. Ciri-ciri Filsafat
a. Menurut Anonim (2003 : 26-28), filsafat memuat persoalan-persoalan yang bersifat sangat umum, tidak menyangkut fakta, bersangkutan dengan nilai-nilai (falues), bersifat kritis, bersifat sinoptik, bersifat implikatif.
b. Orang yang berfikir kefilsafatan menganut faham radikal (berfikir sampai ke akar-akarnya), universal (umum), konseptual, koheren (sesuai kaidah pikir/logis) dan konsisten (tidak mengandung kontradiktif), sistematik, komprehensif, bebas, dan bertanggung jawab (Anonim, 2003 : 28-31).
c. Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 20-22), filsafat mempunyai sifat menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
3. Cabang-cabang Filsafat
Persoalan-persoalan filsafat yang utama ada tiga jenis yaitu (a) Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence), persoalan ini bersangkutan dengan cabang filsafat metafisika. (b) Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth), pengetahuan bersangkutan dengan cabang filsafat epistemologi dan kebenaran bersangkutan dengan cabang filsafat logika. (c) Persoalan nilai-nilai (values). Persoalan nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat etika, sedangkan nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat estetika.
Filsafat dibedakan menjadi lima cabang yaitu (a) Metafisika, (b) Epistemologi, (c) Logika, (d) Etika, dan (e) Estetika. Penjelasannya sebagai berikut :
a. Metafisika
Istilah metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik. Persoalan metafisika pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”. Dalam penjabaranya dikelompokkan menjadi tiga persoalan sebagai berikut :
1). Persoalan ontologi
a). Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi itu?
b). Bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan atau eksistensi?
c). Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan.
2). Persoalan kosmologi
a). Jenis keteraturan apa yang ada dalam alam?
b). Keteraturan dalam alam seperti halnya sebuah mesin atau keteraturan yang bertujuan?
c). Apa hakikat hubungan sebab akibat?
d). Apakah ruang dan waktu itu?
3). Persoalan antropologi
a). Bagaimana terjadi hubungan badan dan jiwa?
b). Apa yang dimaksud dengan kesadaran?
c). Manusia sebagai makhluk bebas atau tidak bebas?
b. Epistemologi
Menurut Anonim (2003 : 32), epistemologi disebut juga teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam epistemologi pertanyaan pokoknya “apa yang dapat saya ketahui?”. Pencabaran pertanyaan pokok epistemologi tersebut adalah sebagai berikut :
1). Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?
2). Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh?
3). Bagaimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
4). Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman)
c. Logika
Secara etimologi, logika berasaldari kata Yunani logos = kata, nalar, teori, atau uraian. Logika dapat didefinisikan sebagai ilmu, kecakapan atau alat untuk berfikir secara lurus. Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 46) logika terbagi dua yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika deduktif adalah cara berfikir dimulai dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sedangkan logika induktif kebalikannya. Logika induktif dan logika deduktif ini merupakan bagian dari penyimpulan (pada objek formal logika di bawah merupakan bagian dari no. ke-3).
Menurut Anonim (2003 : 32-33), objek material logika adalah pemikiran. Objek formalnya adalah kelurusan berfikir. Persoalan-persoalan logika adalah :
1). Apa yang dimaksud dengan penertian (concept)?
2). Apa yang dimaksud dengan putusan (proposition)?
3). Apa yang dimaksud dengan penyimpulan (inference)?
4). Apa aturan-aturan untuk dapat menyimpulkan secara lurus?
5). Apa macam-macam silogisme?
6). Apa macam-macam sesat pikir (fallacy)?
d. Etika
Menurut Anonim (2003 : 33), etika disebut juga filsafat moral (mo-ral philosophy). Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos = watak. Moral berasal dari kata latin mos bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak mores = kebiasaan. Dalam istilah Indonesia etika atau moral dapat diartikan kesusilaan. Objek material moral adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral.
Persoalan-persoalan dalam etika diantaranya adalah :
1). Apa yang dimaksud “baik” atau “buruk” secara moral?
2). Apa syarat-syarat sesuatu perbuatan dikatakan baik secara moral?
3). Bagaimana hubungan antara kebebasan kehendak dengan perbuatan susila?
4). Apa yang dimaksud dengan kesadaran moral?
5). Bagaimanakah peran hati nurani (conscience) dalam setiap perbuatan manusia?
6). Bagaimanakah pertimbangan moral berbeda dari dan bergantung pada suatu pertimbangan yang bukan moral?
e. Estetika
Menurut Anonim (2003 : 33), estetika sebagai cabang filsafat disebut juga filsafat keindahan (philosophy of beauty). Secara etimologi estetika berasal dari kata Yunani aisthetika = hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau aisthesis = cerapan indera. Etika digambarkan sebagai teori tentang baik dan jahat, maka estetika digambarkan sebagai kajian filsafati tentang keindahan dan kejelekan. Baik etika maupun estetika keduanya bertalian dengan nilai-nilai.
Persoalan-persoalan estetis diantaranya sebagai berikut :
1). Apakah keindahan itu?
2). Keindahan bersifat objektif atau subjektif?
3). Apa yang merupakan ukuran keindahan?
4). Apa peran keindahan dalam kehidupan manusia?
5). Bagaimanakah hubungan keindahan denan kebenaran?
C. Ilmu
1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa inggris science. Science berasal dari bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan. Scientia berasal dari kata kerja scire = mempelajari, mengetahui. Menurut Dampier dalam Anonim (2003 : 126-127), pada mulanya cakupan ilmu (science) secara etimologis menunjuk pada pengetahuan semata-mata, pengetahuan mengenai apa saja. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu (science) mengalami perluasan arti, sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik (systematic knowlege). Pemakaian yang luas dari kata ilmu (science) ini diteruskan dalam Bahasa Jerman dengan istilah wissenschaft yang berlaku terhadap kumpulan pengetahuan apapun yang teratur, termasuk di dalamnya naturwissenschaften yang mencakup ilmu-ilmu kealaman maupun geisteswissenschaften yang dalam Bahasa Inggris dikenal the humanities (pengetahuan kemanusiaan), sementara dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yang pada umumnya mencakup pengetahuan-pengetahuan tentang bahasa dan sastra, etika, sejarah, filsafat, dan agama.
2. Ciri-ciri Ilmu
Ciri khas ilmu pengetahuan (ciri pertama) adalah sebagai suatu bentuk aktivitas, yaitu sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia. Ilmu tidak hanya merupakan aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian merupakan suatu proses yang bersifat intelektual, dan mengarah pada tujuan-tujuan tertentu.
Aktivitas intelektual berarti kegiatan yang memerlukan kemampuan berpikir untuk melakukan penalaran logis atas hasil-hasil pengalaman empiris. Ciri kognitif ilmu pengetahuan oleh seorang Filusuf Polandia (Ladislav Tondl dalam Anonim, 2003 : 127), fungsi pengetahuan atau kognitif dari ilmu adalah memusatkan perhatian terkuat pada pemahaman kaidah-kaidah ilmiah yang baru dan tidak diketahui sebelumnya atau pada penyempurnaan keadaan pengetahuan dewasa ini mengenai kaidah-kaidah semacam itu.
Menurut Paul Freedman dalam Anonim (2003 : 127), ilmu adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang melalui pelaksanaannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman tentang alam yang senantiasa lebih cermat dan lebih meningkat, pada suatu kemampuan yan meningkat untuk menyesuaikan diri sendiri terhadapnya dan mengubah lingkungannya dan mengubah ciri-cirinya sendiri.
Ciri ilmu yang kedua, ilmu sebagai suatu produk, yaitu ilmu dapat diartikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang merupakan hasil berfikir manusia. Produk ini bisa merupakan pengetahuan baru atau pengembangan pengetahuan yang telah ada. Ilmu sebagai produk ini diharapkan dapat menjadi kemaslahatan bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Ciri ilmu yang ketiga, ilmu sebagai metode, dari kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud aktivitas manusia dan hasil aktivitas tersebut merupakan sisi yang tidak terpisahkan. Adanya keterkaitan yaitu aktivitas manusia menggunakan metode yaitu suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah yang nantinya menghasilkan produk.
D. Sejarah Perkembangan Ilmu
Menurut Anonim (2003 : 64-84), perkembangan ilmu dalam sejarah dapat dikelompokkan dalam enam zaman yaitu, (1) Zaman Purba, (2) Zaman Romawi atau Yunani Kuno (3) Abad pertengahan, (4) Zaman Renaisance, (5) Zaman Modern, (6) Zaman Kontemporer.
Karakteristik keenam zaman tersebut di atas dapat diringkas sebagai berikut :
1. Masa Purba (Zaman Pra Yunani Kuno pada Abad 15-7 SM)
a. Cara keilmuan adalah trial and error (mencoba-coba)
b. Belum dikenal ahli
c. Belum ada ilmu
d. Yang ada pengetahuan
e. Komunikasi pengetahuan secara oral
f. Dokumentasi ada ditulis di batu-batuan
g. Kualitas pengetahuan empirik (nyata)
h. Kebenaran ilmu berdasar pengalaman
i. Perkembangan ilmu sangat lambat
2. Zaman sejarah Romawi dan Yunani kuno (Abad 7-2 SM)
a. Juga dikenal sebagai Masa Aristoteles
b. Sudah dikenal Ilmu Pengetahuan terutama ilmu-ilmu deduktif (matematika, sosial, psikologi).
c. Cara keilmuannya didominasi cara filosofis.
d. Cara empiris telah dilakukan oleh Aristoteles.
e. Cara empiris yang lain dilakukan dengan cara analogi.
f. Sudah dikenal ahli yang terbesar adalah ahli filsafat.
g. Usia kebenaran ilmunya sampai usia 3000 tahun.
h. Kebenarannya dapat dikatakan kebenaran argumentatif logis.
i. Perkembangan ilmunya relatif lambat, lebih mendalam dari pada meluas.
j. Kualitas keilmuannya ada yang dapat dipertahankan tetapi ada juga yang digugurkan pada Abad 17.
k. Yang dapat diwarisi adalah cara pemikirannya.
3. Zaman abad pertengahan (masa kegelapan pada Abad 2-14 M)
a. Perhatian terhadap ilmu saat ini didesak oleh perhatian manusia terhadap agama.
b. Sehingga masa itu dikenal sebagai masa kegelapan (Dark Age).
c. Orang tidak berani mempersoalkan keilmuan karena ada ancaman.
d. Untuk orang Islam sebenarnya merupakan zaman keemasan (Golden age).
e. Golden Age ditengarai dengan :
1). Universalism.
2). Tolerance.
3). International character of the market (pasar yang bertaraf internasional).
4). Respect for science and scientist (penghargaan terhadap ilmu dan ilmuwan)
5). The islamic nature of both the ends and means of science (tujuan dan sarana ilmu yang bersifat islami).
4. Masa Renaisance (Abad 14-17 M)
a. Dikatakan sebagai zaman kebangkitan, karena bangkitnya beberapa ilmuwan baru.
b. Pada Abad 16 muncul Francis Bacon yang menemukan metode eksperimen untuk menggali ilmu alam dan Rene Descartes yang mengungkapkan tentang cara belajar ilmuwan.
5. Zaman Modern (Abad 17-19 M)
a. Merupakan awal abad eksperimen.
b. Ilmu pengetahuan berkembang pesat baik kualitatif maupun kuantitatif dengan munculnya cabang-cabang ilmu baru, terutama pada ilmu-ilmu induktif.
c. Ahli berkembang pesat.
d. Ilmu saat ini mendasarkan pada pengetahuan empiris.
e. Kebenaran ilmunya juga didasarkan atas argumentasi empiris.
f. Generalisasi ilmunya dibutuhkan kemampuan konseptualisasi.
6. Zaman Kontemporer (Abad 20 ke atas)
a. Merupakan abad eksperimen.
b. Dalam abad eksperimen justru nama ahli menyempit karena semua orang dapat melakukan eksperimen.
c. Yang dikejar pada abad ini adalah hadiah nobel.
d. Ilmunya berkembang luar biasa pesatnya.
e. Kebenaran ilmunya kombinasi antara kebenaran metodologis dan logis.
E. Kaitan antara filsafat dan ilmu
Menurut data yang diambil dari internet pada Tanggal 28 Oktober 2006 di http://pormadi.wordpress.com/2006/04/29/hubungan-filsafat-dengan-politik-dan-realitas-sosial/ :

“Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Yang membedakan diantara keduanya adalah filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu”.

Dari pengertian di atas dan karakteristik sejarah perkembangan ilmu pada no. D, bisa diambil kesimpulan bahwa filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Filsafat memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang.
Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersubyektif).
Lebih jelas keterkaitan antara filsafat dan ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
1. Ilmu tanpa filsafat ? Kosong
a. Definisi nominal filsafat : Filein (= mencintai) dan sophia (= kebijaksanaan).
b. Obyek ilmu : bahan yang disoroti adalah tertentu.
c. Tujuan ilmu adalah membantu manusia dalam mengorientasikan dirinya dalam dunia.
d. Filsafat merupakan sesuatu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan.
e. Jadi sesuatu (yang tidak bijaksana dan tidak dapat mencintai) tetapi berusaha membantu manusia dalam mengorientasikan diri manusia dalam dunia, sesuatu itu akan tidak ada hasilnya (tidak ada isinya/KOSONG).
2. Filsafat tanpa ilmu ? Buta
a. Obyek filsafat : segala sesuatu
b. Tujuan filsafat : mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu
c. Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal-usul dari segala-galanya; untuk mencari orientasi dasar bagi kehidupan manusia.
d. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren tentang suatu bidang tertentu atas realitas/ kenyataan.
e. Jadi filsafat tanpa pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren tentang suatu bidang tertentu atas realitas/ kenyataan akan BUTA.
Daftar Acuan
  1. Anonim. (2003). Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.
  2. http : //pormadi.wordpress.com/2006/04/29/hubungan-filsafat-dengan-politik-dan-realitas-sosial/
  3. Jujun S. Suriasumantri. (2003). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

No comments: